Empat Kata Haram Kepada Anak – Sebagai bunda pastinya pernah mengucapkan kata yang menyinggung perasaan anak. Namanya manusia pasti tak luput dari kesalahan. Tapi, pernahkah bunda berpikir untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Meskipun hanya sebuah kata, tentunya bisa membuat anak tersinggung atau sakit hati.
Sayapun demikian, masih tak luput dari kata-kata yang mungkin bisa menyakitkan anak-anak. Tapi namanya juga anak-anak, ajaibnya mereka tidak pernah bilang sakit hati (bisa jadi karena belum tahu atau saking sayangnya sama bunda). Saya sangat takjub dengan hati anak-anak yang dengan mudah bisa melupakan sakit hatinya.
Oleh karenanya saya selalu berusaha memperbaiki diri, salah satunya dengan cara menghindari mengatakan kata-kata yang tidak menyakitkan hati. Beberapa bunda memang telah menuliskan empat kata haram kepada anak berikut di blog mereka. Tapi bukan berarti saya menjiplak tulisan mereka. Saya hanya ingin menuliskannya di blog ini sebagai pengingat kala saya lupa dan nggak susah mencarinya.
Jangan Ganggu Bunda!
Tak terasa, saat sedang sibuk saya sering mengatakan “Jangan ganggu bunda!” kepada kedua anak saya. Sampai-sampai anak-anak diam saat melihat saya sedang sibuk dan menghampiri ayahnya untuk meminta bantuan. Padahal, sebenarnya mereka hanya ingin bundanya tahu apa yang mereka lakukan. Anak-anak seringkali tidak bisa membiarkan bundanya tidak memperhatikan mereka.
Anak-anak merasa saya tolak dan pelan-pelan menjauhi saya. Efeknya, anak-anak lebih dekat kepada ayahnya ketimbang saya. Itu karena ayah sama sekali tidak pernah mengatakan “Jangan ganggu ayah!” kepada anak-anak meskipun sedang sibuk.
“Jangan ganggu bunda!” adalah salah satu dari empat kata haram kepada anak yang seharusnya tidak boleh diucapkan ibu. Alangkah baiknya mengatakan, “tunggu sebentar hingga bunda selesai ya, nak!” atau saya akan memilih meninggalkan pekerjaan saya sejenak dan melihat apa yang dikerjakan anak-anak.
Toh jika anak-anak sudah tumbuh dewasa, saya pasti akan merindukan panggilan mereka, rengekan mereka, perhatian mereka. Mumpung masih dibutuhkan, saya ingin mendampingi mereka. Saya nggak ingin menyesal jika anak-anak sudah besar dan saya kurang memperhatikan mereka.
Kamu Itu …
Pernah nggak bunda melihat orangtua yang memberi label kepada anaknya? Baik sengaja atau tidak, memberi label kepada anak dapat mempengaruhi psikologis mereka. Apalagi jika label tersebut berulangkali dikatakan kepada anak, seperti Giant si anak nakal, Nobita si pemalas, Shizuka si pemalu, Dekisugi si pintar. Anak-anak akan percaya pada apa yang dikatakan kepada mereka tanpa bertanya.
Padahal kan anak-anak terlahir dengan membawa potensi dan sifat baik yang diberikan Allah SWT, mana boleh kita memberikan label negatif?
Label negatif akan membentuk konsep diri yang salah pada diri anak. Hal tersebut bisa saja membekas di pikiran mereka sehingga membentuk dirinya seperti label yang diberikan. Apalagi jika yang memberikan label adalah orang terdekat anak seperti bunda.
Jadi, hati-hati ya Bunda jika mengatakan sesuatu kepada anak. Bisa jadi label yang kita berikan kepada anak adalah tanpa sengaja, tapi tidak demikian dengan apa yang dirasakan anak-anak. Mereka menganggap dirinya sebagai label yang diberikan. Nakal, bodoh, pintar, cengeng. Itulah yang anak-anak pikirkan.
Saya lebih memilih untuk tidak memberikan label apapun kepada anak-anak, meskipun saya pernah khilaf menyebut mereka sebagai anak pemalu padahal belum terbiasa bergaul, atau si kakak yang pintar karena selalu juara kelas.
Sekarang saya lebih memilih menjelaskan kepada anak, jika saya menyebut dia pintar karena selalu belajar dengan rajin dan nilainya bagus. Atau si adik pemalu karena belum berani menyapa teman-temannya sehingga anak-anak juga berpikir jika bunda memberikan label karena sesuatu alasan.
Jangan Nangis!
Seringkali saat anak-anak menangis saya mengatakan “jangan nangis!” Duh, padahal saya sendiri sering menangis diam-diam, huhuhuuuu. Padahal anak menangis untuk mengungkapkan perasaan sedihnya. Menangis adalah salah satu bentuk komunikasi, terlebih untuk anak-anak usia 2-3 tahun.
Kadang memang sebal pakai banget ya, saat melihat anak nangis tapi dia tidak mau mengatakan penyebabnya. Huhuhuuuu… Bundanya jadi pengin joget koprol aja. Lha disuruh diem malah nangis, ditanyain kenapa? Tetep aja nangis. Paling parah, saya ikutan nangis saking sebalnya nggak bisa membuat mereka mengatakan alasannya nangis, wkwkwkwk.
Hal terakhir yang bisa saya lakukan hanyalah memeluknya sampai tangisnya reda. Itu kalau saya ingat bahwa mengatakan “jangan nangis”adalah haram alias tidakboleh dikatakan kepada anak-anak. Insyaallah saya selalu memperbaiki diri untuk tidak mengulanginya, kalaupun lupa, ya maklum namanya juga manusia. hehehe
Kayak Dia, Donk!
Untuk kata haram yang terakhir ini saya pernah ditegur adik ipar yang sedang menginap di rumah. Saat saya mengatakan, “kayak adik donk nggak cengeng!” kepada anak pertama, adik saya menimpali, “Emang situ mau dibanding-bandingin?”
Hahaha… Kena skak deh. Siapa coba yang mau dibanding-bandingkan? Pasti nggak ada yang mau. Tapi tanpa sadar saya sering mengatakan “kayak dia donk!” kepada kedua anak saya. Duh, khilaaaaf…. maafin bunda ya, nak!
Membanding-bandingkan anak dapat mengurangi rasa percaya diri dan menimbulkan iri dengki. Jadi, sebisa mungkin saya hindari meskipun kadang masih terlontar. Sayapun sadar dan selalu menyadarkan diri bahwa setiap anak tidaklah sama, pertumbuhan dan perkembangan setiap anak berbeda-beda sehingga tidak dapat dibanding-bandingkan.
Setiap anak adalah unik. Daripada membanding-bandingkan, alangkah lebih baik memberinya motivasi dan semangat untuk pertumbuhan dan perkembangannya agar lebih baik. Melalui anak-anak kita bisa belajar banyak hal untuk menjadi lebih baik.
Menulis memang mudah, praktiknya yang tidak semudah menolehkan muka. Ya kan? Saya bukan bunda yang sempurna, masih jauh dari bunda yang baik untuk anak-anaknya. Tapi insyaallah saya dan suami selalu berusaha untuk berusaha menjadi orang tua yang baik dengan cara mendidik dan mengasuh anak dengan hati. Menebarkan virus good parenting, untuk Indonesia yang lebih baik. Amiin
Terima kasih telah membaca postingan empat kata haram kepada anak sampai akhir ya. Apalah saya tanpa pembaca. I Love you all. Terima kasih juga telah meninggalkan jejak yang berkesan di kolom komentar.
17 Komentar. Leave new
Makasih bun. Tulisannya sebagai pengingat saya. Terkadang di saat lelah atau sibuk, bikin kita jadi kurang sabar ke anak. Semangat belajar kita ๐
Ini benar2 bermanfaat ni. Yang paling sering kulakukan tanpa sadar itu ngelarang anak nangis, terutama di tempat umum. Terus kadang gak sadar bandingin kakak adek. Untungnya adeknya belum ngerti euy
Duh, baca tulisan ini jadi berasa diingatkan kembali. Harus hati-hati dalam berkomunikasi dengan anak ya, Mbak. Karena dampak psikis nya bisa terbawa sampe dewasa kalo kata2 kita tidak tertata.
Hiks serasa disentil nih saya bacanya. Terima kasih sudah mengingatkan saya.
Plak plak plak
Berasa ditampol sama tulisan Mbak Eni, masih sering bilang begitu hihihi.
Belajar lagi belajar terus, makasiiiih yaa Mbak Eniii
Saya udah melewat waktu tsb, alhamdulillah bisa melakukan cukup baik
Hiks, hiks, aku kok jadi sedih habis baca artikel ini. Merasa masih banyak alpha banget sebagai orangtua T_T
Belajar untuk jadi orang tua yang baik memang butuh waktu yang panjang ya, Mbak.
Saya juga tetap perlu belajar, meskipun anak-anak sudah besar.
Wew… berasa digaplok bolak balik sama Bunda Eni hehhehe. Thks for reminding bun!
Masih sering khilaf saya,
Bener-bener perlu banyak belajar sabar buat mengurus si kembar huhu
hikks, saya pun juga masih sering buat anak-anak terluka, hikks.
thanks for remindernya ya Mbak.
moga kita jadi ibu yg bijak untuk anak-anak yah.
Amiin, makasih mbak Diah
Aku belum nikah dan punya anak, tapi suka baca parenting kaya gni buat pembelajaran. Makasih mbk. Menerapkannya menang susah, tp bkan brarti gk bsa. Salam, muthihauradotcom
terimakasih sudah berkunjung ya mbak muthi.
[…] Baca juga: Empat Kata Haram Kepada Anak […]
[…] dari tiga tahun, dengan wajah garang. Apakah berhasil, Bunda? Oleh karenanya Bunda bisa menggunakan cara berkomunikasi sesuai tahapan tumbuh kembang anak, sesuai gaya belajarnya, dan sesuaikan metode dengan karakter […]
Entah kenapa bacaan yang diramu mba Eni menarik buat saya yang belum menikah dan punya anak ini.
Emang bacaannya enak dan ringan.