Setiap anak itu istimewa dan memiliki keunikan tersendiri, tak terkecuali anak-anak yang memiliki Down Syndrome. Keistimewaan tersebut tampak jelas dalam kegiatan bertajuk Malang’s World Down Syndrome Day 2019: No One Left Behind. Anak-anak Down Syndrom membuktikan bahwa diri mereka bisa berkarya seperti anak-anak pada umumnya.
Tak bisa dipungkiri jika masih banyak masyarakat yang belum mengenal down syndrome dan menganggap penderitanya harus dikucilkan. Hal inilah yang memicu WORLDS (Walk tOgether and Love people with Down Syndrome) Malang, sebuah komunitas pemerhati anak down syndrom di Malang mengadakan rangkaian acara untuk memperingati Hari Sindrom Down Sedunia 2019.
Berlangsung di Graha Medika Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, saya beruntung sekali mendapatkan kesempatan untuk hadir secara langsung. Acaranya tidak hanya menampilkan anak-anak down syndrome dengan berbagai atraksinya, tapi juga sharing dari ibu anak down syndrom (ini yang membuat saya tertarik).
WORLDS ( Walk tOgether and Love people with Down Syndrome)
Kenalan dulu yuk dengan komunitas pemerhati anak down syndrome yaitu WORLDS. Di komunitas ini isinya bukan hanya bukan anak dan orang tua down syndrome tapi juga pemerhati mulai dari dokter, dokter anak, psikolog, dosen, ahli gentika dan masyarakat yang lain. Jadi saling mensuport tumbuh kembang anak down syndrome.
Down syndrome adalah kondisi genetik yang dapat menyebabkan penderitanya mengalami berbagai tantangan pembelajaran.
Apa saja kegiatan yang dilakukan di komunitas WORLDS?
Setiap sabtu jam 11.00 s.d. 12.30 anak-anak down syndrome bisa mengikuti kegiatan CRAFT (Children cReaativity For Tomorrow). Kegiatannya meliputi non akademik seperti menari, mewarna, menggambar, bermain musik (ketipung, angklung, dll) dan kegiatan yang lain. Semua kegiatan ini menyoroti potensi yang mereka miliki.
Anak down syndrome tidak bisa jauh dari orang tua sehingga saat mengantarkan anaknya mengikuti kegiatan CRAFT. Kebanyakan, orang tua yang memiliki anak down syndrome tidak bisa bekerja karena waktu tersita untuk mendampingi anak-anaknya.
Baca juga: Ramadhan Bersama Anak Down Syndrom
Oleh karenanya di komunitas WORLDS Malang, orang tua bisa bergabung dengan ABK Mom’s Craft yaitu komunitas pemberdayaan orang tua Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) non profit sebagai wadah kreatifitas dan keterampilan. Melalui komunitas ini para orang tua akan difasilitasi untuk membuat kerajinan tangan, souvenir, produk garmen, dan berbagai produk olahan makanan.
Oiya, komunitas ini juga sering mengadakan kegiatan baik untuk menampilkan kreativitas anak-anak down syndrome maupun seminar dan talkshow tentang down syndrome.
Malang’s World Down Syndrome Day 2019
Setiap bulan Maret komunitas WORLDS Malang merayakan Down Syndrome’s Day, seperti kegiatan yang terlaksana pada bulan ini (17/3) dan dihadiri oleh Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Malang yaitu dr. Harjoedi Adji Tjahjono, Sp.A (K).
Event non profit ini terbuka untuk semua kalangan, siapapun boleh hadir. Semua komunitas yang memiliki anak down syndrome juga bisa tampil untuk menampilkan potensinya. Mengajak anak-anak down syndrome tampil di depan umum dapat meningkatkan rasa percaya diri.
Begitu juga orang tua anak down syndrome yang dapat menunjukkan bahwa anaknya juga sama dengan anak-anak yang lain, mereka bisa berkreasi dan berprestasi juga.
“Saya berharap bisa menelorkan bibit unggul dari para anak down syndrome sehingga mereka juga bisa menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bisa,” kata dr. Ariani Mkes SpA, dokter spesialis ABK dan founder WORLDS Malang.
Untuk tampil di depan umum seperti ini butuh proses yang panjang. Menurut dr. Ariani, awalnya hanya satu dua anak saja yang mau dilatih. Itu pun mereka belum langsung berani pentas. Tapi etelah beberapa kali pentas, mereka akhirnya berani tampil di depan banyak orang dan lebih percaya diri.
Orang tua anak down syndrome juga harus terbuka dan mau mengikuti kegiatan sehingga anaknya juga bersemangat. Mayoritas anak-anak down syndrome ini mengikuti kebiasaan orang tua, jika tidak pernah diajak keluar maka anak-anak ini akan sulit bersosialisasi. Begitu juga jika orang tua mendidik secara emosional maka anak-anak ini akan menjadi pemarah.
Flying Over The Dream
Event Malang’s World Down Syndrome Day 2019 juga menghadirkan dua ibu dengan anak down syndrome untuk sharing parenting. Wah, saya merasa beruntung sekali bisa menghadiri acara ini sehingga saya tahu betapa luar biasanya para ibu yang memiliki anak down syndrome.
Down Syndrome Drummer dari Payakumbuh
Sharing pertama dari Emsyafri, ibunda Adit (down syndrome drummer) yang berasal dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Wow, luar biasa ya jauh-jauh ke Malang untuk berbagi cara mendidik anak berkebutuhan khusus. Bu Syafri mengaku sudah kedua kali ke Malang.
Seperti ibu-ibu lainnya, sang bunda kaget saat tahu Adit terkena down syndrome. Tapi beliau tidak menyerah dan mencari solusi. Bu Syafri menulis semua yang sudah dilakukan dan direncanakan. Semua saran dari orang-orang ditulis sebagai target dan rencana.
Menurutnya, kedekatan ibu dan anak adalah yang utama oleh karenanya Bu Syafri selalu memeluk Adit setiap saat dan memberikanya sugesti positif. Seperti “Adit anak hebat” dan “bunda sayang kamu.” Tenaga positif sangat diperlukan untuk menyemangati Adit.
Memang, kalau melihat-lihat foto Adit, Bu Syafri merasa aneh karena anaknya berbeda dengan yang lain. Setiap hinaan orang diterima Bu Syafri sebagai penyemangat hingga di usia 12 tahun Adit mulai bisa membaca. “Hal ini adalah prestasi yang luar biasa,” tuturnya.
Anak down syndrome bukan hanya harus mandiri (melakukan segala sesuatu sendiri) tapi juga harus bisa mandiri secara finansial. Oleh karenanya Bu Syafri mengajarkan Adit berwirausaha seperti membuat kue kering, berjualan keripik, bahkan bermain music sejak umur tiga tahun. Harapannya, Adit tidak merepotkan orang.
Memang sejak kecil Adit gemar bermain alat music dan menonton video music. Bu Syafri pun menfasilitasinya dan mengajarkan Adit bermain drum secara otodidak sehingga pada umur 14 tahun Adit sudah bisa bermain drum dengan lincah.
Lalu, bagaimana dengan Pendidikan Adit?
Adit hanya mau bersekolah hingga usia 9 tahun, selebihnya ya di rumah bersama ibunya. Apalagi jam tidur Adit juga berbeda dengan anak-anak normal, yaitu pagi sampai sore sedangkan malam dia aktif. Jadi Bu Syafri membuat kue untuk dijual pada sepertiga malam.
Bu Syafri punya moto, dengan bersama kita jadi hebat dan dengan meniru kita jadi bisa. Oleh karenanya Ibunda Adit ini tidak pernah menutup diri untuk siapa saja yg ingin bertanya. Beliau akan dengan senang hati berbagi cara pengasuhan anak down syndrome.
Down Syndrom Juga Bisa Kuliah
Siapa bilang anak down syndrome tidak bisa menempuh pendidikan hingga tinggi? Adalah Firza (23), anak down sindrom yang saat ini sedang kuliah di Brawijaya Jurusan Perpustakaan.
Ibunda Firza dulu merasa sendiri karena tidak seperti sekarang, belum ada komunitas yang menjadi tempat curhat. Namun, ibu yang juga dosen di salah satu universitas swasta di Malang ini beranggapan jika lingkungan menunjang keberhasilan anak.
Saya beranggapan bahwa lingkungan menunjang keberhasilan anak dan dia akan mengikuti lingkungannya. Oleh karenanya anak down syndrome harus memiliki lingkungan yang sama dengan anak normal. Sekolah pun harus di tempat normal.
Pada waktu itu ibunda Firza harus berjuang menyekolahkan anaknya (istilahnya sampai berdarah-darah) karena belum ada sekolah inklusi. Namun, ibunda tetap yakin bisa mendampingi Firza yang punya semangat tinggi untuk pergi sekolah. Ya, Firza seolah tidak pernah jenuh bersekolah. Setiap hari dia selalu bersemangat menyambut pagi.
Meskipun begitu, ibunda Firza tidak mau menyekolahkan anaknya di SLB. Terlebih saat tahu jika Firza selalu menangis jika melihat teman-temannya yang juga berkebutuhan khusus. Jadi ibunda Firza berasumsi bahwa anaknya akan bisa meniru teman-temannya.
Benar saja, berkat kesabarannya ibunya, Firza bisa menyelesaikan SMKnya dan dibebaskan memilih untuk melanjutkan pendidkan atau tidak. Namun ternyata Filza berhasil mengenyam pendidikannya hingga ke D3 Perpustakaan dan Arsip. Luar biasa ya perjuangan ibu dan Firza?
Lalu, apakah kedua ibu yang anaknya down syndrome ini pernah berada di titik jenuh saat berjuang untuk kedua putranya?
Ibunda Firza tidak pernah berpikir negative sehingga memberatkannya untuk mengasuh anaknya. Beliau melakukan treatment semaksimal mungkin, seperti melakukan terapi music dan memperdengarkan al quran kepada Firza sejak kecil.
Jangan pernah malu dengan kondisi anak kita dan selalu hembuskan aura positif kepada mereka. Jangan minta diistimewakan tapi buatlah mereka (anak-anak down syndrome) istimewa. (ibunda Firza)
Sedangkan Ibunda Adit berpikir jika anak adalah amanah, khususnya anak down syndrome yang merupakan wangi surga. “Masa iya gak mau tidur sama wanginya surga?” kata ibunda Adit sambil terus tersenyum.
Anak down syndrome itu bagaikan kertas seorang ibu, lukislah sebaik mungkin karena ia akan mengikuti cita-cita ibunya. (Ibunda Adit)
Tulisan ini adalah hasil kolaborasi dengan grup blogger WP JA dengan tema parenting. Bunda juga bisa melihat postingan tentang parenting di blognya mbak Dewi Adikara ya.
9 Komentar. Leave new
Duh perjuangan ortu dengan anak² ABK terutama Down Syndrome memang luar biasa. Perlu kesabaran dan ketegaran. Apalagi menghadapi lingkungan yg sering meremehkan.
Makasih sharingnya Mbak…
iya bun, butuh kesabaran lebih ya
Aku selalu kagum sama orangtua anak ABL terlebih down syndrome. Aku aja masih suka gak sabaran, tapi mereka benar2 tulus, ikhlas merawat anak2 itu. Di dekatku kebetulan ada SLB, jadi kami sering lihat langsung cara anak2 ini berinteraksi dengan teman, ortu juga guru. Awalnya anakku merasa aneh, tapi sekarang biasa saja, karena aku pun sering mengajak anak2 itu berkomunikasi. Butuh kekuatan hati untuk tidak menangis dan menganggap mereka sama dengan kita
ya, betul sekali mbak damar
MaadyaAllah, semoga artikel ini banyak di baca oleh para mama yang memiliki anak anak ABK terutama down sindrome, saya sering sedih saat pernah tau tmn saya tidak tahu harus bagaimana menangani anaknya, hingga ia sering tersulut emosi. Ijin share ya bunda
Terima kasih bunda
Masya Allah, baca ceritanya tentang anak-anak down syndrome ini luar biasa ya, mbak.
Terutama orangtua mereka. sungguh kuat dan tegar, Ya, mereka memang istimewa dengan segala kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki.
wah seru banget nih bisa rame-rame jalan jalan sama keluarga tercinta ya bunda 😉
Ahhhhhh bunsay aku jadi berkaca-kaca baca tulisannya dan perjuangan orang tua down syndrome ini. Aduhhh jadi bikin aku kangen ngajar lagi huhuhu