Saat membaca status seorang motivator yang isinya tentang “Perlukah Mengalah?” saya jadi ingat diri saya dan keluarga saya.
“Kakak ngalah dong sama adik!”
“Kamu kan kakak, harus bisa ngalah!”
“Udah, kakak ngalah sama adik, kenapa?”
Kalimat yang dicontohkan motivator tersebut sering saya dengar, bahkan dulu pernah saya alami saat masih kecil.
Sumpah, saya masih ingat betul rasa mangkelnya saat ibu mengatakan hal tersebut pada saya. Agar saya mengalah kepada adik karena saya seorang kakak.
Dulu pun saya bertanya-tanya, kenapa sih ibu selalu menyuruh saya untuk mengalah kepada adik saya?
Kejadian “terpaksa mengalah” tersebut membuat saya membenci adik. Saya iri kepadanya karena ibu selalu membelanya. Meskipun adik salah, saya tetap harus mengalah. Huff, benci!
Saat itu saya masih kelas 3 SD dan adik saya belum sekolah. Saking benci banget sama dia, saya pernah mencekiknya sampai tidak bisa bernapas. Setelah saya lepaskan dia pun terbatuk-batuk. Takut dimarahi ibu, saya berlari ke ruang jemuran di lantai 3 untuk bersembunyi.
Ketika melakukan itu saya merasa lega, tapi juga menyesal. Saya takut adik mati, tapi juga membencinya karena selalu mendapatkan pembelaan ibu. Saya benci sekali dengan keadaan saat itu.
Kakak saya juga mengalami hal serupa dengan saya yang harus mengalah kepada adiknya. Itulah mengapa kakak sering memukul saya meskipun dia selalu melindungi jika saya diganggu teman.
Tidak bisa dipungkiri jika luka batin itu muncul ketika ibu memaksa kami mengalah kepada saudara yang lebih muda (adik).
Perlukah Mengalah?
Sekarang saya tahu mengapa ibu saya dulu selalu menyuruh anak yang lebih tua mengalah. Ibu hanya ingin mengajarkan kepada kami untuk mengayomi saudara yang lebih muda. Terlepas dari budaya turun-temurun yang memang sudah melekat di pikiran ibu ketika terjadi perselisihan.
Sebenarnya tujuan ibu baik, tapi mungkin ibu tidak tahu jika hal tersebut membuat luka di hati anak-anaknya. Namun, saya bersyukur hal tersebut tidak kemudian menjadikan saya trauma terlalu dalam seperti yang motivator ceritakan di statusnya.
Alhamdulillah Allah SWT masih memberi saya jalan kebaikan dengan memberi saya kesempatan belajar parenting baik melalui buku parenting, sekolah parenting, dan komunitas parenting. Melalui ilmu parenting tersebut saya bisa belajar untuk menjadi orang tua yang lebih baik.
Sekarang saya tahu jika mengajarkan “mengalah” kepada anak juga tidak ada salahnya. Mereka memang harus belajar mengalah karena hal tersebut mengajarkan cinta kasih dan kebijaksanaan.
Tapi ya liat-liat juga mengalah yang seperti apa? Jadi menurut sang motivator, mengalah yang baik tidak membuat kita putus asa dan merasa terdzolimi. Kita memilih mengalah sebagai konsekuensi dari sebuah kebijaksanaan.
Jadi, perlukan mengalah?
Kalau dalam kasus adik-kakak, mengalah tidak harus selalu dilakukan oleh kakak. Saudara yang lebih muda pun harus bisa mengalah dan menghormati saudara-saudaranya.
Bagaimana Caranya Mengatasi Perselisihan Antar Saudara?
Lalu, bagaimana cara mengatasi perselisihan antar saudara?
Lebih Bijaksana dan Sabar
Jika ada anak-anak berselisih, komunikasi adalah yang utama untuk mengatasinya. Orang tua harus lebih sabar dan bijaksana dan hal ini tidak bisa dilakukan secara instan. Khususnya untuk para orang tua yang sudah memiliki keyakinan bahwa kakak harus mengalah kepada adik.
Pun dengan saya yang hingga saat ini masih harus melatih kesabaran saya agar bisa menghadapi perselisihan anak-anak dengan lebih bijaksana. Biasanya saya mengambil sikap diam ketika ada salah satu dari anak-anak yang mengadu, entah itu si kakak atau adik.
Memberi Kesempatan untuk Belajar Menyelesaikan Masalah
Bersikap diam saat anak-anak merengek dan saling mengadu bukanlah hal yang mudah. Butuh latihan dan proses yang panjang. Dulu saya auto ngamuk kalau ada yang mengadu, tapi alhamdulillah sekarang sudah terlatih, hahaha.
Saya diam bukan berarti mengabaikan mereka. Tetapi saya memberi kesempatan kepada anak yang merasa “dirugikan” untuk memperjuangkan haknya. Kebetulan anak saya perempuan dan tidak pernah berselisih hingga berakhir dengan luka fisik.
Namun, meskipun diam saya tetap mendengarkan keluhan mereka. Biasanya mereka akan bisa mengatasi permasalahannya. Tapi ya tidak jarang juga berakhir dengan permusuhan (beberapa menit saja) hahaha.
Biasanya si kakak akan mengalah karena lebih bijaksana, tetapi yang pernah juga kukuh tidak mau mengalah dan membiarkan adiknya menangis. Sedangkan si adik sangat jarang sekali mau mengalah.
Mengajarkan Empati pada Anak
Jika perselisihan sudah berhenti atau bahkan sudah saling melupakan kejadian tersebut, barulah saya mengajak mereka berkomunikasi. Saya akan berterima kasih kepada anak-anak yang bisa dan mau mengalah tanpa merasa terdzolimi.
Kadang saya bertanya kepada mereka alasannya mau mengalah sebagai pembelajaran. Ada yang mengalah karena kasihan, ada yang mengalah karena sayang, bahkan si adik sering mengalah karena takut gak diajak main lagi sama si kakak (meskipun hal itu jarang sekali terjadi karena toh mereka akan cepat sekali melupakan perselisihan).
Saya selalu memberitahu kepada si bungsu bahwa meskipun dia kecil juga harus peka dan memahami perasaan saudara. Bagaimana jika situasi tersebut dibalik?
Meskipun ketika saya mengomunikasikan hal tersebut si bungsu tidak mau mendengarkan. Saya tetap memberitahukannya usah mereka berselisih. Tetapi tidak dengan marah ya, harus pelan-pelan dan jika perlu sambil dipeluk.
Percaya saja pada proses dan usaha yang kita lakukan karena hasil adalah kewenangan Allah yang dapat membolak-balikkan hati manusia.
Mengajak Mereka Memikirkan Solusi
Pernah gak mereka tidak bisa menyelesaikan perselisihannya dan berakhir dengan saling menangis? Pernah dong.
Lalu apa yang saya lakukan?
Untuk kasus anak saya, biasanya sih yang ngotot adalah adiknya. Oleh karenanya saya tanyakan kepadanya, apa sebenarnya yang dia inginkan? Karena aslinya tuh dia hanya menginginkan waktu bermain bersama kakaknya. Sedangkan si kakak kadang punya kesibukan sendiri dan tidak sedang ingin bermain.
Jadi, saya pun mengajak mereka memikirkan solusi dari perselisihan tersebut.
1 Komentar. Leave new
Jadi inget aku dulu, Krn sebagai anak pertama, udh pasti yg hrs ngalah ya kebanyakan aku 😅.
Tapi memang aku ga mau nerapin yg sama ke anak2 mba. Tiap kali mereka selisih satu sama lain, ya aku dengerin dulu siapa yg salah. Kalo dulukan, mama papaku ga mau denger lagi, pokoknya hrs aku yg ngalah 🤣. Efeknya jadi sebel banget ke adik memang.
Untungnya anak2ku juga Krn perempuan dan laki, jadi berantemnya walo sering cuma ga lama. Trus usianya juga 4 THN beda. So si kakak udh lebih gede dan mau ngertiin adiknya 😅.