Pernahkah Ayah Bunda melihat seseorang yang tampak kesakitan tapi ketika diperiksakan ke dokter ternyata tidak ada penyakitnya?
Mungkin di sekitar kita banyak terjadi hal seperti itu dan penyebabnya pun bermacam-macam. Ada juga berbagai dugaan yang mengarah pada hal mistis. Seperti santet, guna-guna, dan lain sebagainya. Lha gimana enggak? Soalnya diperiksakan ke dokter pun nggak ada penyakitnya.
Hal ini juga pernah terjadi pada adik bungsu saya yang merasa kesakitan. Tapi saat diperiksakan ke dokter ternyata nggak ada penyakitnya. Ibu dan bapak saya bingung donk, ada apa dengan adik saya ini?
Pernah beberapa kali juga dibawa ke orang pintar tapi bukan dukun yaaa…
Saat itu pikiran bapak dan ibu sedang kalut karena adik nggak bisa sekolah. Apapun dilakukan agar anak bungsunya bisa sekolah lagi.
Tapi saya anggap ini takdir adik saya yang harus berhenti sekolah menengah pertama selama satu tahun. Pasti Allah SWT punya rencana yang lebih indah daripada perkiraan makhluknya.
Stres Hingga Magh Akut karena Harapan Orang Tua
Selama sakit itu ibu membawa adik berobat ke beberapa dokter untuk mencari second opinion. Alhamdulillah, enam bulan kemudian barulah dokter menyatakan bahwa adik saya terkena asam lambung akut. Dia tidak boleh cemas sedikitpun, hatinya harus bahagia, dan pikirannya tenang.
Bisa jadi adik saya sakit itu karena stress atau faktor pikiran sehingga asam lambung berlebihan.
Setelah saya PDKT kepada adik dengan waktu yang cukup lama akhirnya dia menceritakan beban yang ada di pikirannya. Jadi, beban terberat bagi adik saya adalah harapan-harapan bapak yang sering diucapkan.
Memang, Bapak tidak memaksa. Tapi beliau sering bilang, “Kalau bisa kamu masuk SMP Negeri ya, mulai sekarang belajar yang rajin, tingkatkan nilaimu!”
Adik saya pun menanggapi dengan meng-amin-kan ucapan Bapak. Tapi, karena kalimat-kalimat tersebut terus menerus dan sering sekali diucapkan Bapak di depan adik saya. Lama-lama adik merasakannya sebagai tuntutan. Dia mempersepsikan doa dan harapan Bapak sebagai sebuah tuntutan yang berat dan membebani dirinya.
Lantunan Doa Terbaik untuk Anak-anak
Menurut saya, Bapak nggak salah juga sih. Sebagai orang tua tentunya akan melantunkan doa-doa terbaik untuk anak dan menyampaikan harapan terbesar dalam doa kepada Allah SWT terkait anak-anak.
Tapi, terkadang kita lupa bahwa hanya Allah yang tahu kehidupan yang terbaik bagi anak-anak kita. Sesungguhnya kita tidak berhak mendikte anak apalagi mendikte Allah SWT dengan dalih mendoakan kebaikan untuk anak.
Sadar nggak sih bahwa sebagai orang tua, kita masih sering melantunkan doa untuk anak diatas harapan kita sebagai orang tua. Tidak benar-benar murni untuk kebaikan anak.
Padahal, doa kebaikan yang kita lantunkan kepada Allah akan dapat menguatkan psikologis anak loh. Sedangkan harapan-harapan yang sering kita ucap di depan anak-anak (meski menurut kita baik), sejatinya hanya akan menjadi toxic bagi kondisi psikologis anak.
Lalu, bagaimana jika kita memohon doa perlindungan untuk keselamatan dan kebaikan anak?
Hal ini pernah dibahas oleh Bunda Abyz Wigati, S.Pd (konselor anak dan keluarga) saat selasa sharing di whatsapp grup Sekolah Parenting Harum. Menurut Bunda Abyz, doa memohon perlindungan untuk keselamatan dan kebaikan itu memang sesuai dengan perintah Allah SWT.
Nah, yang dimaksud mendikte adalah meminta sesuatu yang dalam persepsi diri sendiri baik padahal belum tentu baik bagi diri kita. Wallohua’lam ya ^_^
Misalnya nih, adik saya tidak terlalu pandai dalam belajar. Nilainya pas-pasan tapi Bapak berharap bisa masuk ke sekolah negeri.
Agar Harapan Orang Tua Tidak Menjadi Beban Bagi Anak
Terus, bagaimana kondisi adik saya? Dan bagaimana dia bisa sembuh?
Ayah-bunda boleh percaya boleh tidak ya… Adik sembuh dengan rutin mengonsumsi jeruk nipis dan madu murni. Selain itu dia juga menjaga pikiran agar tetap positif meskipun kadang dia masih suka emosi karena labil kan ya.
Adik juga tetap berobat rutin ke dokter hingga sakit maggnya sembuh total dan menjaga pola makan yang lebih sehat.
Saya yakinkan Bapak jika adik saya terlalu stress karena merasa tertekan dengan harapan-harapan yang disampaikan Bapak kepadanya. Alhamdulillah perlahan tapi pasti bapak mulai bisa mengubah sikapnya dalam memperlakukan anak-anaknya, termasuk kepada adik bungsu saya.
Karena sakit, adik bungsu saya berhenti sekolah selama satu tahun. Bukan karena dia tidak mau sekolah tapi memang kondisinya tidak memungkinkan. Tubuh dan kondisi psikisnya masih terlalu lemah. Pernah beberapa kali pindah sekolah tapi malah sakit mag-nya kambuh.
Akhirnya adik saya belajar di sekolah paket B mulai dari awal lagi. Bersyukur dia bisa lulus dan melanjutkan ke SMKN 2 Malang jurusan desain fashion.