Mengapa sekarang kok rasanya banyak sekali kasus kekerasan terhadap anak di sekolah ya? Saya pikir sih karena sekarang sudah ada media sosial sehingga kasus kekerasan pada anak bisa segera naik ke permukaan dan diketahui banyak orang.
Padahal ya aslinya dulu tuh juga tidak sedikit kasus kekerasan di sekolah atau terjadi kepada anak-anak. Bedanya dulu tuh gak tahu gimana caranya melapor atau orang-orang juga belum tahu kalau tindakan tersebut termasuk kekerasan pada anak.
Perundungan atau pem-bully-an adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain.
Terdapat beberapa jenis kekerasan diantaranya adalah kekerasan verbal, fisik, psikis, dan kekerasan seksual.
Berdasarkan jenis kekerasan tersebut saya jadi tahu kalau ternyata dulu waktu kecil kakak saya telah mengalami kekerasan verbal dan psikis.
Pengalaman Sebagai Korban Kekerasan Verbal dan Psikis
Saya punya seorang kakak laki-laki yang ketika dia masih kecil tuh jago berantem. Saya senang karena kakak saya ditakuti oleh teman-temannya. Siapapun yang berani merundung saya akan dihajar oleh kakak.
Saat itu saya masih kecil dan tidak tahu jika yang dilakukan kakak saya adalah kekerasan fisik. Saya mengira bahwa kakak melakukan pembelaan diri dengan membalas perlakuan kasar teman-temannya.
Kakak Sering Menjadi Korban Kekerasan di Rumah
Bapak saya adalah lelaki yang paling kami takuti di rumah. Bapak orang yang “keras” dan mudah marah. Kalau saya dan kakak tidak berada di rumah ketika beliau pulang kerja maka pantat kami akan dipukul dengan tangan.
Sakit? Pastinya karena kami masih anak-anak.
Kakak laki-laki saya yang paling sering mendapatkan pukulan karena dia kalau main sampai lupa waktu. Pernah suatu ketika bapak membanting kakak ke atas kasur karena sampai maghrib belum pulang ke rumah.
Bapak juga sering memarahi kakak, mengatakan bahwa kakak bodoh hanya karena dia belum bisa membaca saat kelas 2 SD. Saya sedih mendengar Bapak mengatakan hal itu di depan saya hanya karena saya sudah bisa membaca sejak TK.
Saya sedih melihat kakak dimarahin Bapak terus, tetapi saya juga tidak bisa membantunya karena saya juga takut dimarahi.
Meskipun Bapak sering membanding-bandingnya kakak dengan saya dalam hal kognitif, tetapi alhamdulillah kakak tidak pernah membenci saya. Kakak selalu melindungi saya dimanapun kami berada, dia juga membiarkan saya mengikutinya kemanapun karena hanya dia saudara saya satu-satunya (waktu itu saya belum punya adik).
Sampai sekarang pun saya sedih jika mengingatnya dan meneteskan air mata ketika menulis cerita ini.
Mengapa Anak Bisa Menjadi Korban dan Pelaku Kekerasan?
Anak bisa menjadi korban kekerasan karena orang tua tidak menyadari telah melakukan tindakan kekerasan. Sebagai contoh bapak saya yang memukul anak-anaknya agar disiplin dan ingat waktu saat bermain. Bapak berpikir bahwa hal tersebut dilakukan agar anaknya jera dan mendapatkan hukuman.
Lalu, mengapa kakak saya kok bisa menjadi pelaku kekerasan seperti halnya yang dilakukan bapak kepada kami?
Dulu saya tidak paham mengapa kakak saya bisa menjadi pelaku kekerasan padahal dia baik dan tidak pernah mengganggu teman-temannya. Dia hanya mudah emosi dan marah ketika melihat sesuatu yang menurutnya salah.
Namun sekarang saya paham mengapa kakak saya melakukan hal tersebut. Ya, kakak saya meniru apa yang dilakukan oleh bapak. Ketika mendapatkan kekerasan verbal dan fisik dari Bapak, kakak menyimpan dalam memori bawah sadarnya. Kemudian dia terdorong untuk melakukan hak yang sama.
Pasti kakak juga ada rasa dendam kepada bapak tetapi tidak berani membalasnya. Nah, kakak melampiaskan amarahnya pada teman-temannya yang lebih lemah saat tersinggung atau tersulut emosi.
Itulah mengapa tindak kekerasan harus dihentikan sejak dini agar tidak merembet dan menjadi rantai dalam sebuah keluarga.
Misalnya, ada seorang ayah melakukan kekerasan pada istri. Lalu, istri melakukan kekerasan juga kepada anaknya sebagai pelampiasan (meskipun tidak semua demikian ya). Nah, kemudian anak melampiaskan kemarahannya dengan melampiaskan pada temannya.
Begitu terus rantai kekerasan terjadi dan tidak bisa berhenti jika tidak dihentikan sejak dini. Bagaimana caranya?
Tips Agar Anak Tidak Menjadi Korban dan Pelaku Kekerasan
Beberapa waktu lalu saya nonton bincang parenting streaming di RRI Pro 1 Malang dalam acara Lintas Siang. Kebetulan sekali materinya Bunda Abyz Wigati dari Pondok Parenting Harum dan temanya Menyikapi Anak Sebagai Korban dan Pelaku Kekerasan.
Dari bincang parenting tersebut saya mendapatkan beberapa hal yang bermanfaat yaitu cara mencegah agar anak tidak menjadi korban dan pelaku kekerasan.
Empati Kepada Pelaku dan Korban
Ketika kita melihat tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak atau kepada anak-anak, maka yang perlu dilakukan adalah melakukan edukasi kepada pelaku. Tetapi tidak boleh dilakukan pada saat kejadian ya. Kan tidak mungkin kita langsung mengingatkan orang tua yang melakukan kekerasan pada anaknya.
Edukasi Kepada Orang Dewasa
Edukasi tidak hanya perlu dilakukan kepada anak-anak. Di sekolah kan sering ya ada penyuluhan tentang “bahaya dan ancaman tindak kekerasan” atau himbauan untuk tidak melakukan kekerasan kepada teman.
Tetapi di sisi lain orang tua di rumah melakukan kekerasan kepada anaknya, atau ada guru yang melakukan kekerasan kepada siswanya. Kan ya percuma anak-anak di sekolah diedukasi tapi orang tua di rumah tidak tahu apa-apa.
Oleh karenanya edukasi tentang “kekerasan” juga perlu dilakukan kepada orang tua. Misalnya dijelaskan kepada orang tua dampak dari membentak dan memukul anak.
Biasanya orang tua yang melakukan tindak kekerasan pada anak adalah orang tua yang pada masa kecilnya juga pernah menjadi korban kekerasan. Sehingga mereka ini juga butuh bantuan untuk berdamai dengan masa lalunya.
Jadi, tidak hanya mengedukasi tapi juga memberi bantuan kepada anak-anak ataupun orang dewasa yang pernah mengalami korban kekerasan.
Tumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak
Nah, jika orang tua di rumah sudah baik dan tidak melakukan kekerasan pada anak. Tentunya masih ada rasa was-was ketika anak-anak berada di sekolah.
Bagaimana caranya agar anak-anak tidak menjadi korban kekerasan di sekolah, bullying misalnya?
Ya tumbuhkan rasa percaya dirinya. Mayoritas anak-anak yang mendapatkan perundungan dari teman-temannya itu karena rasa percaya dirinya rendah.
Orang tua harus mengajarkan kepada anak cara bergaul dan bersikap ketika jauh dari orang tua. Tumbuhkan kesadaran anak dalam menolak sesuatu ketika ditawarin sesuatu, bukan asal menolak.
Insyaallah jika anak percaya diri mereka akan bisa bergaul dengan baik di lingkungannya. Pun ketika suatu saat anak-anak tetap mendapatkan perilaku kekerasan dari teman-temanya ajarkan mereka untuk berteriak dan melapor kepada orang dewasa, guru misalnya jika anak berada di sekolah.
Dukungan orang dewasa, baik orang tua, guru, ataupun tetangga sangat penting karena sejatinya setiap orang dewasa adalah orang tua untuk anak-anak dimanapun berada.
Sebisa mungkin orang dewasa harus bisa memberikan keteladanan bersikap sehingga ditiru juga oleh anak-anak. Yuk, berikan perhatian, stop cuek, dan lakukan kerjasama untuk menghindari tindak kekerasan.
2 Komentar. Leave new
Aku pun ngeliat trend bullying ini sebenernya karena salah didikan di rumah kebanyakan. Anak2 yg dididik secara keras dan pake hukuman fisik dr ortu,kurang kasih sayang, lambat lain akan jadi anak2 pembangkang. Mereka melampiaskan marah yg tidak tersalur ke teman2nya. Sedih sih ..
Tapi Krn aku ga bisa ikut campur di masalah keluarga orang lain, jadi yg bisa aku lakuin, hanya mendidik anakku ttg bahayanya bullying, apa penyebabnya, dan apa yg mereka hrs lakukan. Sebagai ibu aku juga rutin utk tanya2 ada kejadian apa di sekolah hari itu, apa yg mereka rasain dll. Jadi tetep aware kalo sampe sikap anak2 berubah.
setuju dengan mengedukasi anak sendiri ya tentang bahaya bulying, memang serba salah juga kalo pengen nolong anak korban kekerasan tapi takut ikut campur