Marah yang Bijak
Ketika orangtua menganggap MARAH adalah wujud kasih sayang pada anak, maka kelak anak pun akan belajar menyayangi dengan KEMARAHAN
Kalimat dari buku Marah yang Bijak tersebut mengingatkan saya pada sebuah keluarga. Ada seorang ibu yang sakit tapi anak-anaknya yang sudah dewasa dan berkeluarga merawatnya dengan kemarahan. Singkat cerita ibu tersebut juga sering marah saat anak-anaknya masih kecil. Marah karena anaknya telat bangun pagi, marah saat anaknya menumpahkan makanan, dan marah-marah lainnya yang dianggap sebagai kasih sayang. Namun, ketika sudah besar anak-anaknya pun belajar menyayangi sang ibu dengan kemarahan.
Seorang anak yang merawat bilang bahwa tanpa dimarahi ibunya tidak punya semangat untuk sembuh. Anak tersebut marah karena sayang, begitu katanya.
Miris mendengar kalimat yang meluncur begitu saja dari seorang anak. Memang benar saya tidak merasakan kemarahan si ibu yang saat ini sedang sakit. Tapi saya bisa merasakan betapa marah dan sedihnya ibu tersebut namun tidak dapat berbuat apa-apa.
Kategori: Religi | Parenting
Tentang Penulis
Review Buku Marah yang Bijak
Buku setebal 108 halaman ini terdiri dari 6 Bab yang masing-masing membahas materi sesuai urutan kejadian, dimulai dari Bab Pertama, Marah itu Apa, Sih?, Bab Kedua,Β Tujuan Marah,Β Bab Ketiga, Pemicu Marah, Bab Keempat, Dampak Marah, Bab Kelima, Teknik Pengendalian Marah, serta Bab Keenam, Kasus dan Penanganan.
Marah itu apa, sih?
Saya lupa, kapan tepatnya membeli buku Marah yang Bijak ini. Seingat saya buku ini sedang diskon saat saya membelinya dan sudah cukup lama terpajang di lemari buku. Sayang sekali saya lupa membubuhkan tanggal pembelian. Biasanya sih pada buku yang lain saya beri tanggal agar ingat kapan belinya.
Rasulullah saw. bersabda,”Bukanlah yang dikatakan orang kuat adalah orang yang kuat bergulat, tetapi sesungguhnya orang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan nafsunya di kala ia marah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Awalnya, di prakata penulis menyebutkan bahwa ketika marah dibalas marah, dua hati akan berjauhan sehingga mekin menjerit, makin berjauhan. Sebaliknya, bagi mereka yang saling menyayangi dua hati adalah dekat sehingga tidak perlu untuk menjerit-jerit, tetapi hanya berlu berbisik karena terasa dekat.
Saya pun teringat kala marah kepada anak-anak. Benarkah saya tidak sayang kepada mereka? Lalu mengapa saya pernah marah-marah tak terkendali. Huhuhu…
Beruntung sekali bisa memiliki buku yang sudah lama nggak saya baca ini. Belinya sekitar tahun 2009 dan saya sudah lupa isinya. Agar tidak lupa lagi, saya tulis reviewnya dan ayah-bunda lainnya juga bisa membaca ulasannya.
Apa yang ada di pikiran ayah-bunda saat mendengar kata marah?
Pertanyaan di bab pertama ini memberitahukan kepada pembaca bahwa marah adalah sebuah sikap, yaitu pernyataan seseorang terhadap suatu kondisi, situasoi, kejadian, atau peristiwa. Nah, sikap ini dapat diwujudkan dalam sebuah perilaku nyata. Lalu, perilaku ini dipengaruhi oleh persepsi yaitu pandangan seseorang terhadap suatu kondisi, situasi, kejadian, dan peristiwa.
Itulah mengapa setiap orang menghasilkan perilaku yang berbeda saat marah, tergantung pada pengetahuan dan pengalaman masing-masing orang tersebut. Pengalaman ayah-bunda saat masih kecil berpengaruh pada persepsi ketika marah.
Ayah, Betapa Pentingnya Dirimu dalam Mendidik Anak Perempuan
Jadi, marah adalah suatu emosi yang melekat pada setiap manusia. Bahkan Rasulullah saw pun pernah marah lho. Itu berarti marah itu boleh-boleh saja karena sudah fitrah manusia.
Rasulullah saw bersabda, βAku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan bisa marah sebagaimana manusia marah.β (HR Muslim) β h.13
Saya pun setuju dengan definisi marah yang disebutkan dalam buku ini, yaitu sikap atas ketidaksepakatan akan sesuatu atau kejadian yang membuat (pelaku marah) tidak nyaman. Biasanya marah dipahami sebagai suara yang keras, membentak, kalimat yang kasar, mata melotot, kedua tangan di pinggang, cubitan, dan pukulan.
Mungkin, jika saat ini ananda masih kecil dengan usia 0-12 tahun hanya bisa menerima kemarahan orang tua karena otoritasnya yang terbatas. Bagaimana jika mereka sudah dewasa nanti, kepada siapa mereka akan marah?
Ketahui Lebih Dahulu Tujuan Marah
Ketika marah, tentu saja saya (sebagai orang tua) memiliki tujuan yang baik yaitu agar anak nurut, tidak mengulangi kesalahannya lagi, dan agar mereka takut. Ya, intinya demi kebaikan anak lahβ¦
Apakah ada ayah-bunda yang memiliki tujuan sama dengan saya?
Lalu, apakah mereka mengalami perubahan permanen setelah dimarahi?
Kebetulan sekali, orang tua saya sering memarahi anak-anaknya. Tujuannya ya seperti yang telah saya sebutkan. Tapi, saya amati saudara-saudara saya tidak berubah. Hasil dari kemarahan tersebut adalah ketika sudah menjadi orang tua mereka juga memarahi anak-anaknya. Perilaku marah orang tua saya menurun kepada anak-anaknya, termasuk saya.
Jika memang tidak merubah sikap anak menjadi lebih baik, lalu mengapa marah masih dipakai sebagai strategi penanganan dalam pengasuhan?
Perilaku anak yang membuat tidak nyaman orang tua bisa dimetaforakan sebagai penyakit, sedangkan obatnya adalah perilaku marah orang tua. Namun, pada kenyataannya βmarahβ sebagai alternatif penyembuhan ternyata tidak berhasil. Lalu mengapa masih saja dilakukan untuk memperbaiki perilaku anak?
Menohok sekaliβ¦
Setelah membaca buku ini, saya bertanya kepada anak saya (8y),
βApa yang kakak rasakan ketika Bunda marah?β
βAku tahu aku salah dan aku sedih.β
βKakak sakit hati gak? Dongkol gak rasanya.β
βIya, rasanya sesak.β
Saya pun meneteskan air mata dan memeluknya sambil meminta maaf berkali-kali. Saya nggak akan pernah tahu jika tidak bertanya langsung kepadanya karena setelah saya marahi dia pun sudah meminta dekat dengan saya lagi. Seolah-olah saya tidak pernah marah dan dia telah memaafkan saya. Hiksβ¦
Yuk, Ketahui Pemicu Perilaku Marah
Menurut Bunda Wening perilaku marah itu ada pemicunya. Ibarat pistol atau granat, marah bisa meledak kapan saja jika pemicunya ditarik. Apa sajakah pemicu marah?
- Lelah Fisik dan mental
- Kepanikan
- Tidak Siap dan Terbiasa dengan Perbedaan
- Menggunakan Standart Orang Tua untuk Anak
Penjelasannya bisa ayah-bunda baca di buku Marah yang Bijak ya, hehehe. Intinya, orang tua membutuhkan me time sebagai recharge mental. Satu hari tanpa anak-anak, misalnya. Sehingga orang tua, terutama para bunda bisa lebih sabar dan siap menghadapi kecerdasan dan keingintahuan anak-anak.
Marah Juga Ada Dampaknya, Lho!
Saya yakin tidak semua orang tahu (atau tidak mau tahu) jika marah memberikan dampak fisiologis dan psikologis kepada anak. Mengapa saya katakan ada orang tua yang tidak mau tahu dampak marah terhadap anak? Karena masih banyak orang tua yang berperilaku marah kepada anak-anaknya.
Ternyata banyak sekali lho dampak dari amarah terhadap anak. Marah bisa menyebabkan anak:
- Kurang empatik
- Agresif
- Mudah depresi
- Memengaruhi prestasi di sekolah
- Mengurangi kemampuan adaptasi anak dengan dunia luar
- Kemungkinan mengalami penyakit kejiwaan di kemudian hari
- Rentan mengalami gangguan mood
- Rentan terhadap kecanduan narkoba dan alcohol
(h.51)
Selain itu anak yang sering melihat orang tuanya marah akan meniru perilaku tersebut. Jika melihat anak-anak yang memiliki karakter mudah marah besar kemungkinan dia sering melihat perilaku marah dari orang tua atau orang-orang terdekat. Children see, children do.
Anak yang sering mendapat kemarahan dari orang tua juga cenderung menjadi anak pemurung, menutup diri dari lingkungan, kurang berani mengambil keputusan terbaik, dan pemberontak. Sekarang saya jadi tahu kalau ada siswa yang memiliki karakter tersebut bisa jadi karena orang tuanya juga memiliki kesamaan sifat.
Baca juga: Review Novel Kisah Anak Autis
Nah, itu dampak terhadap anak. Bagaimana dampak bagi pelaku atau pihak yang memarahi? Tentu saja ada, misalnya bahaya fisiologi (hipertensi, maag, gangguan fungsi jantung, insomnia, dan masih banyak lagi), bahaya psikologis (memutuskan cinta kasih), dan bahaya sosial (disharmoni antar anggota keluarga hingga kehilangan pekerjaan).
Memang benar jika dampak yang menimpa anak-anak tidak langsung terlihat, tapi seiring bertambahnya usia mereka juga akan melakukan hal yang sama kepada anak-anak mereka kelak.
Tanpa disadari orang tua sedang meronce rantai kekerasan dalam keluarganya sendiri (h.59)
Terus Bagaimana? Apakah Kita Tidak Boleh Marah?
Kan sudah saya katakana jika marah adalah fitrah manusia. Jadi ya boleh-boleh saja marah tapi alangkah baiknya jika marah tersebut bisa dikelola dengan baik sehingga tidak tercermin dalam perilaku. Masih ingat kan? Sikap marah boleh, tapi perilaku marah tidak boleh.
Namun yang perlu diingat adalah marah tidak boleh dalam bentuk mata melotot, berkata kasar, mencubit, memukul, dan perlakuan kasar lainnya. Kelola sikap marah dengan baik sehingga tidah berdampak buruh untuk kita (orang tua) maupun anak. Bagaimana cara mengendalikan sikap marah?
Dalam buku ini, Bunda Wening mengajarkan kita untuk relaksasi. Nah, saat mengikuti sekolah parenting, mentor saya pernah mengajarkan teknik relaksasi saat marah. Caranya dengan menarik nafas selama lima detik dan mengembuskannya pelan-pelan, sembari melakukannya ingat-ingat kejadian menyenangkan bersama anak-anak. Kalau dalam buku Marah yang Bijak cara seperti ini dinamakan relaksasi dengan teknik pernafasan.
Bagaimana cara melakukan relaksasi dan apa manfaatnya? Bisa dibaca lebih lanjut di bukunya ya, hehehe
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengelola rasa marah adalah dengan melakukan breaking state, berlindung kepada Allah SWT dari godaan setan, dan membuat papan refleksi diri.
Pada bab terakhir, penulis memberikan tips yang sangat aplikatif untuk menangani anak yang βberperilaku tidak sesuaiβ dengan sebagian besar keinginan orang tua. Misalnya, anak yang tantrum di mall, minta jajan berlebih, mogok sekolah, ataupun anak tidak mau belajar.
Mengapa Ayah-Bunda Perlu Membaca Buku Marah yang Bijak?
Meskipun buku ini kecil tapi manfaatnya besar sekali. Cara penulisan yang sistematis dan contoh-contoh ringan membuat saya sangat menikmati buku ini dan tentunya menambah pemahaman baru. Jadi, Buku Marah yang Bijak bagus dibaca karena:
- Merupakan solusi cerdas, ilmiah, islami, dan praktis untuk langsung diterapkan oleh para ayah-bunda.
- Memberikan pengetahuan tentang “marah”
- Memberikan panduan cara menyikapi perilaku marah dalam diri
- Memberikan panduan teknik pengendalian marah itu sendiri
- Menambah wawasan ayah-bunda tentang bagaimana menyikapi persoalan diri
- Menyajikan beberapa contoh kasus dan penanganannya
- Ukuran buku mungil sehingga mudah dibawa kemana-mana
- Pas dibaca oleh calon orang tua, orang tua, pendidik, dan siapa saja yang ingin menjadi orang tua bijak
Selain karena bentuknya yang mungil sehingga sering dipakai main oleh anak saya yang masih balita, tidak ada kekurangan yang berarti dalam buku ini karena saya enjoy sekali membacanya.
Jadi, kalau ayah-bunda kebetulan menjumpai buku Marah yang Bijak di toko buku. Ada dua pilihan yang bisa ayah-bunda lakukan yaitu membelinya, pelajari,Β dan langsung praktikkan dalam pola asuh Anda kepada semua ananda. Lalu Anda akan tumbuh menjadi orangtua yang lebih bijak bersama ananda and live happily ever after. Atau, ayah-bunda akan menyesal selamanya, seumur hidup karena pernah marah tak terkendali kepada ananda. Lalu, ayah-bunda baru menyadarinya ketika ananda menyatakan cinta kasihnya dengan MARAH-MARAH, bahkan MEMAKI ayah-bunda (Datuk Fitra-Konsultan Pendidikan dan Keluarga Sakinah)
6 Komentar. Leave new
Iya, saya pernah punya rekan yg berprinsip bahwa marah itu menunjukkan wibawa. Pun begitu pula dia terapkan ke anaknya. Saya gak setuju dong π Marah memang fitrah tapi ya emang harus dikendalikan. Kalau PR di saya sih emang pas lagi capek atau PMS, mudah kepancing. Biasanya kalo udah gitu minta bantuan misua agar “pegangin” anak dulu. Rileks bentar. So, buku ini memang rekomendid karena yg dibahas terjadi dalam keseharian pengasuhan.
Karena memang marah itu perlu. Tapi perlu juga tahu, mengapa kita marah dan bagaimana marah yang bijak dan tidak berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Merasa tertohok sekali karena baru saja naik darah sama anak hehehe.. Banyak-banyak istighfar supaya ingat bahwa marah itu tandanya lemah. Mesti terus cari cara selain marah untuk mendidik anak.
Hiks setelah baca ini aku langsung peluk anakku mbak π
Dampaknya bikin ngeri juga kalo anak sampe kurang empati karena sering kena marah Ibunya. Semoga saat mengenali gejala marah bs tarik napas panjang dan gak menuruti ajakan syetan untuk marah-marah pada anak.
wahh bukunya bagus, jadi pengen beli, dimana ya belinya
http://www.rajaunik.co.id
Menarik nih bukunya jadi bisa buat nambah wawasan bila marah terhadap anak tetapi intinya mendidiknya.ππ